SLEMAN — Fenomena “Strawberry Generation” kini menjadi perhatian serius di kalangan pendidik dan orang tua. Generasi muda yang dikenal kreatif, penuh ide, dan ekspresif ini, justru kerap kali dianggap rapuh dalam menghadapi tekanan hidup.
Hal inilah yang menjadi sorotan dalam seminar parenting bertajuk “Kuatkan Komunikasi: Dampingi Anak Tumbuh Tangguh dan Bahagia” yang diselenggarakan pengurus Jamiyyah Al Azhar 67 Islamic Junior High School Yogyakarta, Kamis (16/10/2025), di Masjid Al Hafidh Kampus 2 Al Azhar Yogyakarta World Schools, Gamping, Sleman. Kegiatan ini menghadirkan Dr Vivid F Argarini, praktisi pendidikan dan komunikasi yang dikenal luas sebagai motivator keluarga dan remaja.
Dalam paparannya, Dr Vivid menegaskan bahwa komunikasi antara orang tua dan anak merupakan fondasi utama tumbuhnya karakter yang tangguh dan bahagia. Ia menyebut keluarga sebagai pendidikan pertama dan utama, tempat anak belajar memberi teladan dan menanamkan akhlak.
“Tidak ada satu pola yang cocok untuk semua keluarga. No one size fits all,” ujarnya menekankan, bahwa setiap rumah tangga memiliki dinamika dan pendekatan tersendiri dalam mendidik anak.
Generasi Berbeda, Tantangan Berbeda
Vivid mengajak peserta memahami beragam generasi yang kini hidup bersama dalam satu rumah — mulai dari Baby Boomers, Generasi X, Y (Milenial), Z, hingga Generasi Alpha. Tiap generasi memiliki karakter dan tantangan yang unik, sehingga pendekatan komunikasi pun harus menyesuaikan.
Salah satu fenomena yang disoroti adalah munculnya istilah Strawberry Generation — sebutan bagi anak muda masa kini yang penuh ide, kreatif, namun cenderung rapuh menghadapi tekanan hidup. “Mereka gampang memar, mudah goyah, dan cepat menyerah. Karena itu, komunikasi yang sehat dan penuh empati dari orang tua menjadi sangat penting,” terang Vivid.
Mengutip sejumlah pemberitaan nasional, Vivid menyoroti fakta bahwa 34 persen remaja Indonesia merasa kesepian akibat penggunaan gawai berlebihan, dan rata-rata anak hanya berkomunikasi dengan orang tuanya sekitar 30 menit per minggu.
“Akibatnya, anak-anak lebih dekat dengan layar daripada keluarganya sendiri,” ujarnya. Menurutnya, komunikasi yang hangat dan terbuka adalah kunci agar anak tidak mudah terseret dampak negatif dunia digital.
Menumbuhkan Karakter Tangguh
Fenomena Strawberry Generation ini, lanjut Dr Vivid, menandakan pentingnya upaya orang tua untuk menumbuhkan karakter tangguh pada anak. Ia menjelaskan bahwa “tangguh” berarti kuat, andal, tabah, dan tidak mudah dikalahkan oleh keadaan. Anak yang berkarakter tangguh akan cepat beradaptasi, memiliki mental kuat, serta mampu bangkit dari kesulitan dan melindungi diri dari tekanan mental seperti stres dan depresi.
“Siapa yang paling berperan menjadikan anak tangguh? Utamanya tentu orang tua,” jelasnya. Hubungan yang kuat membuat anak merasa terlindungi dan lebih cepat pulih dari situasi buruk. Selain itu, dukungan keluarga besar, guru, dan teman juga penting agar anak merasa dihargai dan percaya diri.
Dr. Vivid memberikan sejumlah langkah praktis untuk menanamkan nilai tangguh, seperti mengajarkan anak mengelola emosi, melatih kegigihan meski gagal, serta mendorong anak memecahkan masalah sendiri. Ia mengingatkan, “Ajarkan kasih sayang agar anak bisa bersikap baik pada dirinya sendiri saat gagal, dan jadilah teladan dalam berpikir positif di situasi sulit.”
Dalam menghadapi tekanan belajar di sekolah, Dr. Vivid memberi contoh kalimat komunikasi yang lebih empatik. Alih-alih bertanya “Bagaimana sekolah tadi?” kepada anak usia 3–7 tahun, orang tua disarankan berkata, “Apa yang seru di sekolah hari ini?”
Untuk usia remaja, hindari ucapan seperti “Kamu harus belajar lebih rajin.” Sebaliknya, katakan “Ibu tahu kamu sedang gelisah, mau cerita?”
Ia juga menjabarkan strategi dukungan sesuai usia: mulai dari menggambar dan bernyanyi untuk anak kecil, membuat to-do list bagi pra-remaja, hingga membantu remaja merencanakan jadwal belajar serta menjaga pola tidur dan makan yang sehat.
Waspada terhadap Dampak Gawai
Dr Vivid mengingatkan bahaya screen time berlebihan yang dapat menimbulkan kecemasan, insomnia, dan menurunkan prestasi akademik. Selain itu, anak sering menghadapi tekanan media sosial, cyberbullying, FOMO (fear of missing out), dan kecanduan gim. Untuk mengatasinya, orang tua perlu memberi pemahaman bahwa teman sejati tidak akan marah bila pesan tidak segera dibalas, dan bersahabat tidak berarti harus selalu online.
Ia menyarankan pembiasaan sehat seperti menetapkan waktu tanpa gawai saat makan, sebelum tidur, dan ketika berkumpul keluarga. “Gunakan fitur screen break setiap 30 menit, dan berikan hak anak bermain setelah tugas sekolah selesai,” sarannya.
Menurut Vivid, anak dikatakan sehat jiwa raga jika ia merasa tenang, bahagia, menyadari kemampuannya, mampu menghadapi tekanan hidup secara normal, serta dapat memberi kontribusi positif bagi lingkungan.
Namun, di era digital, banyak anak lebih ekspresif di media sosial dibanding di dunia nyata. Karena itu, orang tua perlu mengajak mereka berdiskusi, berbagi pendapat, dan berdebat sehat untuk menumbuhkan kepercayaan diri.
“Diskusi, debat, dan berbagi adalah cara memberi asupan bagi otak, pikiran, dan jiwa. Sudahkah kita melakukannya di rumah?” tanyanya retoris.
Bangun Keterhubungan dan Keteladanan
Vivid juga mengajak orang tua memulai communication journal atau jurnal komunikasi keluarga, misalnya dengan menulis to-do list bersama dan meninjau produktivitas harian.
Ia menegaskan pentingnya tidak hanya IQ, EQ, dan SQ, tetapi juga AQ, yaitu kemampuan bangkit dari keterpurukan — kemampuan yang kini kian penting di tengah generasi yang rentan secara emosional.
“Keseharian kita sebagai orang tua selalu diperhatikan bahkan ditiru oleh anak. Sanggupkah kita memberi contoh yang baik?” ujarnya mengingatkan. Ia menutup presentasi dengan pesan inspiratif:
“Ajak anak selalu bersyukur dan ciptakan kebahagiaan dari dalam diri. Jadilah teman terbaik bagi anak-anak kita — Be a good companion, be the best pal for our children.”
Menurut Vivid, seiring bergantinya zaman, cara berkomunikasi pun harus beradaptasi. “Pendidikan budi pekerti bukan basa-basi, tetapi fondasi utama membentuk generasi tangguh dan bahagia,” katanya.
Profil Dr Vivid F Argarini
Dr Vivid F Argarini adalah Motivator Pemuda, Konselor Pendidikan, Konsultan Media dan Komunikasi, serta Dosen Pascasarjana. Pendidikan tinggi ia tempuh di Amerika Serikat, dan meraih gelar doktor bidang Pendidikan di Indonesia.
Beragam profesi komunikasi telah ia tekuni, mulai dari jurnalis, broadcaster, hingga public relations. Di majalah remaja terbesar di Indonesia, Aneka Yess! (1990–2014), Vivid memulai karier sebagai Public Relations Manager (1998), hingga menjabat CEO/President Director dan Editor at Large (2010–2014).
Vivid aktif menjadi narasumber, trainer, dan mentor di beragam forum pemuda, pendidik, orang tua, dunia usaha, lembaga pemerintah, hingga forum internasional. Ia merupakan Certified Master Trainer Kualifikasi Kerja Nasional Indonesia Level 6 dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP).
Kelasnya selalu cair, hangat, dan interaktif. Sosoknya dikenal ekspresif, penuh semangat, serta mudah berinteraksi dengan audiens. Gaya penyampaiannya akrab dan atraktif. Dalam setiap pelatihan, Vivid mampu membangkitkan rasa percaya diri peserta, membantu mereka mengenali kemampuan diri, dan menginspirasi perubahan positif.
Beragam brand menggandengnya dalam kegiatan publicity. Sejak kecil, ia dekat dengan dunia model, tampil di sampul majalah Aneka Yess! dan Gadis, halaman fashion Femina, serta menjadi model iklan. Dunia akting pun sempat dijajalnya melalui film Surga Menanti (2016) dan Kejar Mimpi Gaspol! (2023), serta menjadi bintang iklan produk perawatan rambut Rudy Hadisuwarno.
Sebagai Konselor Pendidikan, ia berkontribusi mewakili Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI dalam program Sahabat Keluarga yang digagas Direktorat Pembinaan Pendidikan Keluarga dan Direktorat Jenderal PAUD dan Dikmas.
Buku terbarunya, Ibuku Ratu Pasar Klewer (2024), merupakan karya kedua setelah Manners Matter – No Matter What (2020). (Chaidir)