SLEMAN – Suasana di SMA Islam Al Azhar 9 Yogyakarta pada setiap Senin dan Jumat terasa berbeda dari hari-hari biasanya, sekolah tampak ramai aktivitas. Di balik suasana itu, hadir para tamu istimewa dari Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) yang datang melalui program “UGM Mengajar”. Dalam kegiatan rutin ini, para dosen dan mahasiswa berbagi ilmu tentang lingkungan, pertanian modern, dan gaya hidup berkelanjutan kepada para murid Al Azhar.
Kegiatan kolaboratif ini menjadi pengalaman yang tak terlupakan bagi murid-murid. Mereka belajar dengan cara yang interaktif, penuh praktik, dan menyenangkan. Materi yang diajarkan meliputi pengenalan limbah plastik dan cara daur ulang, pembuatan pupuk organik dari limbah ikan, serta teknik menanam sayuran dengan sistem hidroponik. Semua kegiatan dilakukan dengan pendekatan aplikatif sehingga siswa tak hanya mendengar teori, tetapi juga mempraktikkannya secara langsung.
Dalam sesi daur ulang plastik, misalnya, murid diajak mengenal jenis-jenis plastik serta dampaknya terhadap lingkungan. Dari bahan yang semula dianggap sampah, mereka belajar mengubahnya menjadi pot tanaman dan tempat alat tulis yang cantik. Di kegiatan lain, tim UGM memperkenalkan cara membuat pupuk cair dari limbah ikan, yang ternyata kaya nutrisi dan ramah lingkungan.
Tak kalah seru, sesi praktik hidroponik menjadi momen paling ditunggu. Dengan botol bekas air mineral yang dihias penuh warna, murid-murid menanam bibit kangkung dan selada mini. “Seru banget! Aku jadi pengin punya kebun kecil di rumah,” ujar salah satu murid dengan wajah antusias.
Belajar Seru, Lingkungan Jadi Inspirasi
Seluruh kegiatan dikemas secara kreatif. Setiap murid mendapatkan kesempatan untuk mencoba langsung proses pembuatan pupuk cair, menanam sayuran, hingga mengoperasikan alat daur ulang sederhana. “Ternyata limbah ikan bisa jadi pupuk alami, nggak bau lagi kalau diolah dengan benar,” tutur seorang murid sambil memperlihatkan hasil racikan kelompoknya.
Pendekatan seperti ini membuat suasana belajar terasa lebih hidup. Para guru melihat bahwa kegiatan tersebut bukan hanya menambah pengetahuan, tetapi juga menumbuhkan kesadaran lingkungan. “Anak-anak jadi tahu bahwa pertanian dan lingkungan bukan hal yang membosankan. Justru mereka bisa berinovasi dari situ,” ujar salah satu guru pendamping SMA Islam Al Azhar 9 Yogyakarta.
Diskusi dan Edukasi yang Menginspirasi
Selain praktik lapangan, program ini juga diisi dengan sesi diskusi bersama mahasiswa Fakultas Pertanian UGM. Topik yang diangkat meliputi isu pencemaran plastik, perubahan iklim, serta peran generasi muda dalam menjaga kelestarian bumi. Diskusi berlangsung santai namun penuh makna, membuat para siswa merasa dekat dan terinspirasi oleh pengalaman para mahasiswa UGM.
Di penghujung sesi, mahasiswa UGM juga berbagi cerita tentang kehidupan kampus, kegiatan riset, dan peluang inovasi di bidang agrikultur masa depan. Melalui kegiatan ini, banyak murid yang mulai menaruh minat terhadap dunia pertanian, sebuah bidang yang kini semakin penting dan relevan di tengah tantangan perubahan iklim.
Sebagai penutup kegiatan, sekolah akan menggelar pameran hasil karya murid. Beragam produk akan dipamerkan, mulai dari hasil daur ulang plastik, pupuk cair buatan sendiri, hingga instalasi hidroponik mini. Pameran ini bukan sekadar ajang kreativitas, tetapi juga wujud nyata dari pembelajaran yang berkelanjutan.
Pesan yang ingin disampaikan sederhana namun kuat: menjaga bumi bisa dimulai dari hal kecil, dan sekolah adalah tempat terbaik untuk menanamkan kesadaran itu sejak dini.
Menumbuhkan Kepedulian Sejak Dini
Program UGM Mengajar di SMA Islam Al Azhar 9 Yogyakarta menjadi contoh nyata kolaborasi pendidikan yang bermakna. Para murid tidak hanya memperoleh ilmu tentang tanaman dan pupuk, tetapi juga belajar tentang tanggung jawab sosial terhadap lingkungan. Ilmu itu akan tumbuh bersama mereka — tidak hanya di kebun sekolah, tetapi juga di hati setiap siswa — sebagai benih kepedulian terhadap bumi dan masa depan.
Kolaborasi ini menunjukkan bahwa ketika sekolah dan perguruan tinggi bersatu, pendidikan tidak hanya menjadi proses transfer pengetahuan, tetapi juga proses menanam nilai, membangun karakter, dan menumbuhkan generasi muda yang mencintai alam. (Frau Rini)







