SLEMAN – Dalam kurun waktu 40 tahun terakhir, Republik Rakyat Tiongkok atau China telah menjelma menjadi kekuatan global dalam bidang ekonomi, teknologi, dan inovasi. Negeri Tirai Bambu itu berhasil bangkit dari keterpurukan melalui strategi keterbukaan, disiplin nasional, penguatan sumber daya manusia, serta pendidikan yang unggul dan progresif. Menariknya, di tengah kemajuan modern, China tetap menjaga dan merawat akar tradisinya yang kaya akan nilai dan filosofi.
Fenomena ini menjadi perhatian khusus bagi banyak negara berkembang, termasuk Indonesia, dalam upaya membenahi kualitas sumber daya manusia (SDM). Salah satu yang menangkap peluang ini dengan cepat dan visioner adalah Al Azhar Yogyakarta World Schools (AYWS). Lembaga pendidikan ini mulai membuka program pembelajaran Bahasa Mandarin, pada tahun ajaran baru 2025/2026, sebagai bagian dari strategi jangka panjang mencetak generasi emas Indonesia.
Langkah ini mendapatkan sambutan positif dari berbagai pihak, termasuk Novi Basuki, seorang pakar kajian China, dalam presentasinya pada acara Kajian Rutin dan Mujahadah Sabtu Wage AYWS yang berlangsung di Masjid Al Hafidh, Kampus 1 AYWS Sleman, Sabtu (17 Mei 2025). Dalam kesempatan itu, hadir pula Ketua Perhimpunan Indonesia Tionghoa DIY Antonius Simon, Pembina Yayasan Asram Bunda Eni Yustini SE, Ketua Yayasan Asram Drs HA Hafidh Asrom MM, para Wakabid BPPH AYWS, kepala sekolah dari berbagai jenjang, serta guru dan karyawan dari seluruh kampus di Sleman, Bantul, dan Wonosari.
Mengapa China?
Dalam paparannya, Novi Basuki menjelaskan secara gamblang bagaimana China berhasil bertransformasi dari negara miskin menjadi negara adidaya. “Pada tahun 1980, GDP per kapita China hanya 195 dolar AS. Bandingkan dengan Indonesia saat itu yang sudah mencapai 489 dolar AS. Artinya, dulu China lebih miskin dari Indonesia,” ujar Novi.
Namun, titik balik besar terjadi pada tahun 1978 ketika Deng Xiaoping memimpin kebijakan Reformasi dan Keterbukaan. Deng membalikkan haluan ideologis China yang semula kaku dan dogmatis menjadi terbuka, pragmatis, dan fokus pada pengembangan sains serta teknologi. “Sainslah yang membuat negara ini menjadi jaya. China bahkan tidak ingin terlalu banyak perdebatan. Mereka belajar dari kejatuhan Soviet akibat liberalisasi politik yang mendadak,” lanjut Novi.
Ia juga menyoroti faktor penting lainnya, yaitu keberanian China untuk tidak lagi hanya belajar dari Soviet tetapi dari seluruh dunia. Mereka menjalankan prinsip eklektik, yaitu mengambil yang terbaik dari berbagai sistem untuk diterapkan secara kontekstual di dalam negeri. Anggaran riset dan pengembangan pun dinaikkan secara signifikan.
Tradisi dan Modernitas: Dua Sayap yang Mengangkat Bangsa
Kekuatan China bukan hanya pada sektor ekonomi dan teknologi, tetapi juga pada kemampuannya memelihara nilai-nilai tradisi yang mendalam. Novi menekankan bahwa Bahasa Mandarin bukan hanya bahasa komunikasi, tetapi sarat dengan nilai-nilai etika, filsafat, dan akhlak yang luhur. “Bahasa Mandarin mengajarkan akhlaqul karimah, kesantunan, dan etika yang dalam. Ini yang perlu kita serap dan pelajari,” katanya.
Sebagai contoh, Novi menyebut Pondok Pesantren Nurul Jadid di Probolinggo, Jawa Timur, yang telah mengintegrasikan pembelajaran Bahasa Mandarin ke dalam kurikulumnya. Ratusan santri dari pondok tersebut bahkan telah menerima beasiswa untuk melanjutkan pendidikan tinggi di China, dan sebagian besar telah mendapatkan pekerjaan di sana. Ini adalah bukti konkret bahwa integrasi pendidikan bahasa asing, khususnya Mandarin, bisa membuka jalan kesuksesan global bagi generasi muda Indonesia.
Dalam semangat tersebut, Al Azhar Yogyakarta World Schools mulai menerapkan pembelajaran Bahasa Mandarin dalam sistem pendidikannya. Ini bukan sekadar mengikuti tren global, tetapi merupakan bagian dari strategi menciptakan lulusan yang siap bersaing di panggung internasional, dengan bekal bahasa dunia dan karakter yang kuat.
Sementara itu Ketua Yayasan Asram, Drs HA Hafidh Asrom, dalam berbagai kesempatan menyatakan bahwa keputusan AYWS mengembangkan pembelajaran Bahasa Mandarin adalah langkah besar dalam menyiapkan siswa menghadapi era globalisasi yang sarat tantangan. “Kami tidak hanya ingin siswa pandai secara akademis, tapi juga memiliki pemahaman budaya, komunikasi global, dan karakter unggul,” tegasnya.
Ia juga menyampaikan bahwa upaya ini sejalan dengan visi besar AYWS untuk menjadi sekolah berstandar internasional yang tetap membumi pada nilai-nilai Islam dan budaya luhur bangsa.
Menyiapkan Generasi Emas Indonesia
Dalam kerangka besar pembangunan nasional, pendidikan adalah kunci utama dalam membentuk kualitas SDM. Apa yang dilakukan oleh China bisa menjadi pelajaran berharga bagi Indonesia dalam mengembangkan sistem pendidikan yang tidak hanya unggul di bidang teknologi, tetapi juga tetap menghargai tradisi, nilai etika, dan budaya.
AYWS telah mengambil langkah awal yang sangat strategis. Dengan menjadikan Bahasa Mandarin sebagai bagian dari kurikulum, lembaga ini telah menunjukkan keberanian untuk tidak hanya beradaptasi dengan zaman, tetapi juga berperan aktif dalam menciptakan perubahan.
Melalui sinergi antara modernitas, nilai-nilai tradisional, dan visi global, Al Azhar Yogyakarta World Schools membuktikan bahwa pendidikan bukan hanya soal ilmu, tetapi tentang membentuk manusia seutuhnya yakni cerdas, berakhlak, dan siap menjadi bagian dari masyarakat dunia.