SLEMAN — “Motivasi bukan hanya tentang hukuman atau hadiah. Kita perlu menumbuhkan motivasi yang berasal dari dalam diri murid, bukan hanya dari luar.”
Pesan kuat ini disampaikan oleh Prof Stephen M Tonks PhD, pakar psikologi pendidikan dari Northern Illinois University (NIU), Amerika Serikat, dalam seminar internasional bertajuk “Human Motivation and Self-Determination Theory (SDT)” yang digelar oleh SMP Islam Al Azhar 26 Yogyakarta, Jumat (1/8/2025).
Seminar eksklusif ini bertujuan memperkuat pemahaman para guru tentang hakikat motivasi belajar dan penerapannya dalam konteks pendidikan Indonesia. Disampaikan dengan pendekatan ilmiah yang komunikatif dan membumi, Prof. Tonks mengupas evolusi teori motivasi dari masa ke masa, mulai dari pendekatan behaviorism hingga lahirnya Self-Determination Theory (SDT) yang kini menjadi rujukan global.
Dalam pemaparannya, Prof Tonks menjelaskan bahwa SDT membedakan motivasi menjadi dua jenis utama yakni autonomous motivation dan controlled motivation. Motivasi otonom, yang didorong oleh minat, rasa percaya diri, atau makna sosial, terbukti menghasilkan pembelajaran yang lebih mendalam dan tahan lama. Sementara itu, motivasi terkontrol, yang muncul karena tekanan atau rasa takut, cenderung bersifat jangka pendek dan kurang bermakna.
“Motivasi otonom sangat penting dalam proses belajar karena berkaitan dengan semangat belajar yang lebih tinggi dan keterlibatan aktif siswa,” tegasnya.
Studi Kontekstual dan Relevansi Lokal
Seminar ini turut menghadirkan riset-riset lokal yang relevan, seperti studi Basikin (2020) tentang motivasi guru Bahasa Inggris di Yogyakarta dan penelitian Maulana et al. (2016) yang melibatkan ribuan siswa dari berbagai provinsi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dukungan guru terhadap tiga kebutuhan psikologis dasar—autonomy, competence, dan relatedness—berpengaruh besar terhadap tumbuhnya motivasi otonom pada siswa.
Prof Tonks menjelaskan bahwa pemenuhan tiga kebutuhan psikologis dasar tersebut menjadi fondasi penting dalam menciptakan lingkungan belajar yang sehat dan bermakna:
Autonomy – merasa bahwa tindakan berasal dari diri sendiri.
Competence – merasa mampu dan percaya diri.
Relatedness – merasa diterima dan terhubung secara sosial.
Kegiatan seminar juga dilengkapi sesi refleksi dan diskusi interaktif, termasuk kegiatan “Describe a Teacher” yang mengajak peserta mengenang guru yang memotivasi mereka di masa lalu. Diskusi ini membuka ruang pemahaman baru akan pentingnya peran guru dalam mendukung kebutuhan psikologis siswa secara utuh.
“Apa contoh motivasi otonom dan terkontrol di antara siswa Indonesia? Bagaimana guru-guru di Al Azhar dapat mendorong motivasi otonom secara lebih efektif?” tanya Prof. Tonks yang disambut antusias peserta.
Melalui kegiatan ini, SMP Islam Al Azhar 26 Yogyakarta menunjukkan komitmennya dalam membangun budaya belajar yang berakar pada pemahaman ilmiah, kontekstual, dan humanistik. Di akhir sesi, Prof. Tonks menyampaikan salam hangat,
“Terima kasih! Matur nuwun!”
Sebuah momen akademik yang tak hanya menambah wawasan, tetapi juga menginspirasi para pendidik untuk menjadi pembimbing sejati dalam menyalakan api semangat belajar di hati setiap murid. (Fajar)