Oleh : Ustadz Sujarwo Putra
(LAZ Al Azhar Yogyakarta)
Puasa atau shoum, secara bahasa berarti imsak atau menahan diri dari sesuatu. Bersifat umum. Mungkin, karena pengertian yang demikian, pada waktu yang lalu, sebagian masyarakat mengira peringatan imsak, yang seharusnya untuk mengingatkan kita agar bersiap-siap mengakhiri sahur atau bersiap-siap berpuasa, justru dipahami sebagai pertanda menyudahi sahur dan dimulainya ibadah puasa.
Secara istilah, ibadah puasa dapat kita pahami sebagai perbuatan menahan diri dari apa saja yang membatalkan puasa dari terbit fajar sampai tenggelamnya matahari, dengan memenuhi segala syarat dan rukunnya. Sekaligus menahan diri dari segala perbuatan yang bisa merusak dan mengurangi nilai dan hakekat yang dituju oleh puasa. Semua itu, dilakukan semata-mata karena Allah. Semata-mata karena sedang menjalankan perintah Allah.
Ada dua aspek yang penting dalam puasa. Pertama, ranah yang lebih bersifat syariah atau fiqh. Lebih banyak di zona zohir dan jasmani. Wilayahnya, sah atau batal. Kedua, ranah yang bersifat substansi, hikmah, dan hakekat. Lebih banyak di zona hati dan batin. Wilayahnya, rusak dan sia-sia atau bermakna, berharga, dan berarti. Keduanya, seperti dua keping mata uang. Berbeda tapi tidak dapat dipisahkan. Saling melengkapi dan menyempurnakan. Keduanya, diikat oleh iman dan kesadaran, karena Allah, semua itu kita tunaikan dan tegakkan.
Saya ingat, banyak pertanyaan muncul sewaktu membahas bab puasa. Misal, soal sah atau tidaknya puasa orang yang kerjaannya tidur, dari pagi sampai jelang berbuka. Bangun hanya saat sholat Zuhur dan Ashar. Bagaimana status puasanya, orang yang ghibah, marah-marah, maupun berdusta.
Hampir tidak ada perdebatan. Secara fiqih atau syariat, puasanya sah. Karena, hal-hal itu, tidak termasuk yang membatalkan puasa. So What gitu loh? Apalagi, untuk kasus tidur, dengan serampangan disitir pula perkataan Rasul bahwa tidurnya orang puasa itu ibadah.
Semua menjadi berbeda, sewaktu pertanyaan terdahulu dinilai dalam perspektif buah, hikmah, dan tujuan dari ibadah puasa. Banyak tidur, ghibah, marah-marah, dan dusta, merupakan perbuatan yang bisa merusak puasa. Meskipun status hukumnya, sah. Tapi puasanya terancam menjadi sia-sia dan tidak bermakna. Hal ini sebagaimana yang ditegaskan Rasulullah.
“Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut kecuali rasa lapar dan dahaga” (HR. Ath Thabrani). ''Berapa banyak orang yang shalat, keuntungan yang diperoleh hanyalah payah dan letih.” (HR Ibnu Majah).
Terakhir, apakah dalam Ramadhan dikenal paket hemat atau hanya tersedia paket lengkap? Apa pula itu paket hemat dan paket lengkap dalam ibadah di bulan Ramadhan? Nantikan pembahasannya di PAK LEMAN (Paket Lengkap Ramadhan) esok hari jelang berbuka.***