SLEMAN – Director of Research, Development, and Partnership BPPH Al Azhar Yogyakarta World Schools Dwi A Yuliantoro Phd dipercaya untuk merancang konsep pendidikan internasional oleh Ketua Yayasan Asram sekaligus Ketua BPPH AlAzhar Yogyakarta Drs HA Hafidh Asrom MM.
Pria yang 20 tahun menjadi praktisi pendidikan di Amerika, Kanada, dan Australia itu disodorkan agar meracik tiga kurikulum menjadi satu kurikulum bernama “Kurikulum Al-Azhar Yogyakarta World Schools”.
Tiga kurikulum yang harus diharmoniskan yaitu kurikulum Yayasan Pesantren Islam (YPI) Al Azhar yang merupakan ciri khas untuk sekolah-sekolah Al Azhar di Indonesia. Kemudian Kurikulum Merdeka yang disusun Pemerintah yang wajib dilaksanakan sekolah-sekolah di Indonesia, serta Kurukulum Cambridge yang terkenal dan banyak digunakan oleh sekolah-sekolah internasional di berbagai negara.
Langkah menyusun konsep sekolah internasional pun dilakukan Dwi A Yuliantoro dengan melakukan riset, kemudian mengumpulkan para guru untuk membahas tuntas materi-materi kurikulum.
Hal yang menarik dari konsep pendidikan internasional yaitu menempatkan “Literasi” di posisi teratas dalam konsep proses pembelajaran di Al Azhar Yogyakarta World Schools.
“Semua sekolah internasional menempatkan literasi pada posisi teratas,” kata Dwi saat ditemui di ruang kerjanya pada Selasa 2 April 2024.
Menurutnya, literasi memberikan fondasi yang mendasar untuk pembelajaran seumur hidup. Membiasakan siswa untuk memahami, menafsirkan, dan menggunakan informasi dengan baik. Namun tidak hanya meliputi literasi membaca dan menulis, tetapi juga literasi digital, numerasi, literasi keuangan, dan literasi budaya dan kemasyarakatan.
“Dengan literasi yang kuat, siswa dapat berhasil dalam studi akademis mereka, mengembangkan pemikiran kritis, dan menjadi anggota masyarakat yang terampil dan berpartisipasi secara aktif,” ujar Dwi.
Al Azhar Yogyakarta World Schools sebagai sekolah internasional yang menempatkan literasi di posisi teratas memiliki alasan yang kuat. Sebab literasi merupakan fondasi utama dalam pendidikan yang sangat memungkinkan siswa untuk berkembang secara holistik.
Dengan menekankan literasi, jelas Dwi, sekolah dapat mempersiapkan siswa untuk menjadi pembelajar seumur hidup yang mampu beradaptasi dengan cepat di era informasi saat ini. Selain itu, literasi membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir kritis, menganalisis informasi, dan membuat keputusan yang cerdas, yang semuanya sangat penting untuk kesuksesan di sekolah dan di luar sekolah.
Ia menegaskan, kekuatan literasi merupakan ciri khas dan standar bagi sekolah internasional. Sekolah internasional sering kali menempatkan literasi di pusat kurikulum karena literasi tidak hanya diperlukan untuk menguasai mata pelajaran akademis, tetapi juga untuk mempersiapkan siswa untuk menjadi warga global yang berdaya saing di dunia yang semakin terhubung dan kompleks.
Dengan menekankan literasi dalam berbagai konteks, termasuk literasi bahasa, literasi digital, literasi media, dan sebagainya, sekolah internasional dapat memberikan pendidikan yang komprehensif dan relevan bagi siswanya, mempersiapkan mereka untuk menjadi pemimpin masa depan yang terampil dan berpengetahuan luas.
Membaca 100 Buku Per Tahun
Praktik penguatan literasi di Al Azhar Yogyakarta World Schools, kata Dwi, nanti akan mewajibkan seluruh siswa untuk membaca 100 judul buku per tahunnya.
Menurutnya, langkah ini tidak hanya mendorong kebiasaan membaca yang sehat, tetapi juga membantu meningkatkan keterampilan membaca, pemahaman, dan kosakata siswa. Melalui eksposur yang luas terhadap berbagai jenis teks dan genre, siswa dapat mengembangkan minat yang mendalam dalam membaca, memperluas wawasan mereka, dan meningkatkan kemampuan mereka untuk menganalisis dan memahami informasi dengan lebih baik.
Praktik ini juga mempromosikan budaya literasi di sekolah dan di luar kelas, menciptakan lingkungan di mana membaca dianggap sebagai kegiatan yang penting dan menyenangkan.
Dikatakan, menerapkan kewajiban membaca 100 judul buku dalam satu tahun sejak SD hingga SMP dan SMA adalah langkah yang sangat positif dan memberikan kesempatan bagi siswa untuk terbiasa membaca secara teratur sejak usia dini dan membantu membangun fondasi yang kuat dalam literasi sepanjang masa pendidikan mereka.
Praktik ini tidak hanya membantu meningkatkan keterampilan membaca dan pemahaman, tetapi juga membantu mengembangkan minat siswa dalam membaca dan memperluas wawasan mereka melalui berbagai jenis literatur. Selain itu, memperkenalkan kewajiban membaca sejak dini dapat membantu menciptakan kebiasaan membaca yang berkelanjutan dan memberikan manfaat jangka panjang bagi perkembangan akademis dan pribadi siswa.
“Siswa diberikan kebebasan untuk memilih judul buku yang dibacanya, tentu saja dipandu oleh para gurunya” tambah Dwi.
Dengan demikian, memberikan kebebasan memilih judul buku merupakan cara yang efektif untuk memperkaya pengalaman literasi siswa dan meningkatkan kesempatan mereka untuk berkembang secara holistik.
Membuat Resensi
Dwi mengatakan, selain wajib membaca para siswa juga diwajibkan menuliskan resensi buku yang dibacanya. Resensi nantinya disesuaikan dengan jenjang pendidikannya
Mewajibkan siswa untuk menuliskan resensi buku atau bercerita tentang kesimpulan dari buku-buku yang dibacanya, menurut Dwi, dapat mengembangkan keterampilan berpikir kritis, pemahaman, dan ekspresi tulis para siswa.
Dengan menulis resensi, siswa harus menyimpulkan, menganalisis, dan mengevaluasi isi buku secara lebih mendalam. Selain itu, menyesuaikan resensi dengan jenjang pendidikan masing-masing membantu siswa mengasah keterampilan penulisan sesuai dengan tingkat pengembangan mereka, mulai dari menyampaikan ringkasan sederhana hingga melakukan analisis yang lebih mendalam dan refleksi kritis.
Ini juga membantu guru untuk memahami tingkat pemahaman dan keterampilan penulisan siswa dan memberikan umpan balik yang sesuai untuk membantu mereka tumbuh dan berkembang. Overall, praktik ini mendukung pembelajaran yang berpusat pada siswa dan mempromosikan pengembangan literasi yang komprehensif. (Chaidir)