WONOSARI – Sabtu siang, 31 Mei 2025, Ballroom Hotel Santika semarak oleh kegembiraan anak-anak dan tepuk tangan para orang tua. Di pengujung acara Haflah Akhirussanah KB-TK Islam Al Azhar 55 Wonosari, satu penampilan istimewa berhasil mencuri perhatian yakni sebuah pentas drama musikal bertajuk “Little Heroes Save The Earth” yang dibawakan murid-murid TK A dengan penuh semangat dan daya tarik yang menggemaskan.
Bukan sekadar pertunjukan penutup, drama musikal berdurasi sekitar 15 menit ini menyuguhkan kombinasi antara pesan moral lingkungan, musikalitas, serta aksi panggung lucu dan polos dari wajah-wajah mungil yang tampil total. Anak-anak tampil dengan kostum warna-warni sesuai peran, menari, menyanyi, dan berdialog tentang Bumi yang mulai “sakit” akibat ulah manusia.
Di tengah suasana meriah dan panggung yang dirancang ceria, drama ini justru membawa isu penting yakni kerusakan lingkungan. Namun, alih-alih muram, cerita disampaikan dalam gaya naratif dan musikal yang ringan dan edukatif. Tentu saja, ini sesuai dengan usia dini para pemeran dan penontonnya.
Alam Merintih dan Anak-anak Menjadi Pahlawan
Cerita dimulai dari narator, Saki, yang mengajak penonton melihat kondisi Bumi (diperankan oleh Ichan) yang bersedih. Sampah menumpuk, pohon ditebang sembarangan, sungai tercemar, dan udara penuh asap. Para elemen alam satu per satu tampil dan mengeluhkan nasibnya: Angin (Nio), Pohon (Bimo), Air (Zayn), dan Matahari (Bianka).
Lalu, muncul “tokoh-tokoh kerusakan” yang dengan lucunya justru disukai anak-anak karena kelucuan akting mereka: Anak 1 (Javas) yang suka buang sampah sembarangan, Anak 2 (Althaf) penebang pohon, dan Anak 3 (Azkiya) si pencemar sungai. Tak kalah unik, dua karakter “sampah” pun ikut muncul: Rafi sebagai Sampah Plastik dan Allea sebagai Sampah Organik — keduanya tampil jenaka dan menghidupkan suasana.
Namun harapan muncul bersama tiga tokoh anak-anak penyelamat: Yumna (anak peduli lingkungan), Momo (pecinta alam), dan Aqilla (penanam pohon). Mereka mengajak semua untuk berubah. Mereka membersihkan sampah, menanam pohon, dan menyerukan kepedulian terhadap Bumi.
Puncak cerita ditutup dengan pesan moral yang disampaikan anak-anak kepada penonton — bahwa menjaga lingkungan bisa dimulai dari hal sederhana: membuang sampah pada tempatnya, tidak merusak pohon, dan mencintai alam sekitar.
Menurut guru pembimbing drama, Lia Nur Aini, persiapan dilakukan selama tiga minggu, dengan dua minggu terakhir difokuskan secara intensif. “Karena kami juga mengikuti lomba drumband, jadi latihan drama baru fokus belakangan. Tapi anak-anak luar biasa, mereka cepat hafal dan sangat antusias,” ujar Lia dengan bangga.
Ia menjelaskan bahwa pemilihan tema lingkungan hidup bukan tanpa alasan. Ia ingin sejak kecil, anak-anak sudah memahami pentingnya menjaga alam. “Mereka mungkin belum bisa melakukan hal besar, tapi dari kecil mereka bisa belajar kebiasaan baik seperti buang sampah pada tempatnya, tidak mencemari air, dan menyayangi tumbuhan,” tambahnya.
Aplaus, Tawa, dan Harapan di Ujung Panggung
Pertunjukan ini bukan hanya disambut dengan tepuk tangan panjang dari orang tua yang hadir, tetapi juga menjadi momen haru bagi beberapa penonton yang tak menyangka anak-anak seusia itu mampu menyampaikan pesan lingkungan dengan cara yang menyentuh dan menghibur.
Orang tua murid nampak terharu sekaligus senang melihat anaknya bisa tampil percaya diri dan menyampaikan pesan penting.
Ada harapan besar yang dititipkan melalui panggung kecil ini yaitu bahwa generasi masa depan bisa tumbuh dengan kesadaran lingkungan yang kuat. Bahwa anak-anak, meski masih kecil, bisa menjadi pahlawan dalam menjaga Bumi.
Dan Sabtu siang itu, di Ballroom Hotel Santika, sekelompok pahlawan kecil berhasil menyelamatkan hati penonton dengan semangat dan ketulusan mereka. Drama musikal “Little Heroes Save The Earth” bukan sekadar penampilan, melainkan cermin masa depan yang cerah — saat anak-anak tumbuh menjadi penjaga alam. (Chaidir)