MAGELANG – Suara riuh rendah memenuhi bus yang membawa siswa kelas V SD Islam Al Azhar 38 Bantul menuju Museum Taruna Abdul Djalil di Magelang. Rasa penasaran dan semangat membuncah di hati mereka. Ini bukan sekadar perjalanan biasa, tetapi kesempatan langka untuk mengenal lebih dalam sejarah kemiliteran Indonesia.
Setibanya di kompleks Akademi Militer, para siswa disambut oleh seorang perwira dengan seragam loreng yang gagah. “Selamat datang di Museum Taruna Abdul Djalil,” kata Mayor Iping Pudjiastuti sambil tersenyum ramah. Ia menjelaskan bahwa museum ini menyimpan berbagai benda bersejarah yang digunakan oleh Taruna Akmil sejak dahulu hingga sekarang.
Kunjungan dimulai dengan menonton video yang menampilkan kehidupan sehari-hari para taruna. Mata para siswa berbinar melihat latihan disiplin, ketangkasan, serta perjuangan keras para calon perwira TNI Angkatan Darat. Para murid terlihat begitu kagum.
Setelah video selesai, mereka diajak berkeliling museum yang terdiri dari 11 ruangan. Di dalamnya, terdapat koleksi seragam taruna dari masa ke masa. Salah satu ruangan yang menarik perhatian adalah ruangan yang menampilkan pedang kehormatan, simbol prestasi tertinggi bagi taruna terbaik.
Mayor Iping menceritakan kisah Abdul Djalil, seorang lulusan Akademi Militer yang gugur saat mempertahankan kedaulatan Indonesia. Para siswa mendengarkan dengan khidmat, meresapi arti perjuangan dan pengorbanan.
Museum Abdul Djalil, museum yang berada di komplek Akademi Militer (Akmil) Magelang itu menyimpan berbagai benda-benda sejarah yang berhubungan dengan dunia kemiliteran. Museum ini didirikan pada tahun 1964 dengan nama Museum Dharma Bhakti Taruna, kemudian pada tahun 1975 diubah menjadi Museum Taruna Abdul Djalil. Nama Abdul Djalil adalah nama seorang alumni Akmil Yogyakarta yang telah gugur di medan perang saat berlangsungnya agresi militer kedua. Dia memiliki dedikasi yang luar biasa, juga memiliki keahlian di bidang seni, sastra, musik, dan lain-lain.
Seekor macan Tidar jantan yang telah diawetkan di dalam sebuah kotak berkaca menyambut pengunjung sebelum memasuki gedung museum. Macan tersebut adalah macan liar yang saat itu hidup di sekitaran Gunung Tidar. Sementara macan Tidar betina, disimpan di dalam ruang Akabri. Macan adalah simbol semangat juang para taruna, karena itu selain dijadikan obyek wisata bagi masyarakat umum untuk lebih mengenal sejarah kemiliteran, museum ini didirikan juga untuk menanamkan jiwa nasionalisme dan patriot bagi taruna itu sendiri.
Field trip kemarin bukan hanya sekadar perjalanan, tetapi pengalaman yang akan mereka kenang seumur hidup. Mereka pulang dengan hati yang lebih cinta tanah air dan semangat juang yang lebih besar. (Humas)