Ponpes Islam Al Azhar Wonosari Jadi Contoh Pesantren Ramah Anak di DIY

WONOSARI — Pondok Pesantren Islam Al Azhar Wonosari tercatat sebagai salah satu dari 15 pesantren di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang terpilih menjadi pilot project Pesantren Ramah Anak. Penunjukan ini sekaligus menjadi upaya konkret untuk menghapus stigma negatif bahwa pesantren adalah tempat yang identik dengan kekerasan atau perundungan.

Ustaz Salim Nabhan, selaku Boarding Manager Ponpes Islam Al Azhar Wonosari, menjelaskan bahwa program ini merupakan bagian dari gerakan nasional yang melibatkan 512 pesantren ramah anak di seluruh Indonesia. “Kami bersyukur bisa menjadi salah satu dari 15 pesantren percontohan di DIY. Ini adalah amanah besar yang juga menunjukkan kepercayaan bahwa sistem pengelolaan kami memenuhi standar ramah anak,” ujarnya.

Ia menambahkan, beberapa waktu lalu Kanwil Kementerian Agama DIY telah melakukan monitoring dan penilaian terhadap kesiapan Ponpes Islam Al Azhar Wonosari. Hasilnya, pihak Kemenag menilai bahwa dari sisi program, fasilitas, tenaga pendidik, hingga kelengkapan dokumen, Ponpes Al Azhar Wonosari dinilai sangat layak.

“Kami optimis ini akan membuat para orang tua lebih mantap dan percaya menitipkan anaknya untuk belajar dan tumbuh di lingkungan yang aman, nyaman, dan penuh kasih sayang,” tegas Ustaz Salim.

Pesantren, Lembaga Pendidikan Asli Indonesia

Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia yang mengajarkan tafaqquh fiddin atau pendalaman ilmu agama secara menyeluruh dan terus-menerus. Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama DIY, Ahmad Bahiej, menekankan bahwa pesantren adalah lembaga pendidikan yang telah ada sejak berabad-abad lalu dan pada dasarnya menjunjung tinggi nilai kasih sayang dalam proses pendidikan.

“Pesantren adalah lembaga pendidikan asli Indonesia. Saya yakin ajaran yang ditanamkan jauh dari kekerasan,” kata Bahiej dalam Deklarasi Pesantren Ramah Anak yang digelar Selasa (22/7/2025) di Aula Lantai III Kanwil Kemenag DIY. Ia mencontohkan Pesantren Alkahfi Somalangu, Kebumen, sebagai salah satu pesantren tertua di Asia Tenggara yang tetap eksis dan humanis dalam pendekatan pendidikannya.

Baca Juga  Intelektual Muda Berkarya. Hasil Penelitian Siswa SMA Islam Al Azhar 9 Yogyakarta Kantongi Sertifikat HAKI

Meski begitu, ia tidak memungkiri adanya kasus kekerasan di beberapa pesantren yang kemudian mencoreng nama baik pesantren secara umum. “Pesantren ibarat kain putih, jika ada satu noktah kecil akan tampak jelas dan menjadi sorotan banyak pihak,” imbuhnya.

Perlindungan Anak Jadi Prioritas

Dalam kesempatan yang sama, Kepala DP3AP2 DIY, Erlina Hidayati Sumardi, menekankan pentingnya sinergi semua pihak dalam mewujudkan pesantren ramah anak. Ia mengingatkan bahwa Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hak Anak dan memiliki payung hukum yang kuat, seperti UU No. 35 Tahun 2014 serta Perda DIY No. 2 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Pelindungan Anak.

“Korban kekerasan harus mendapatkan penanganan yang tepat, termasuk trauma healing. Jika tidak, mereka berisiko menjadi pelaku kekerasan di kemudian hari,” tegas Erlina. Ia juga menyampaikan bahwa kekerasan terhadap anak bukanlah delik aduan, sehingga siapa pun yang mengetahui dapat melaporkannya langsung kepada pihak berwenang.

Sebagai bentuk dukungan, DP3AP2 DIY telah menyediakan layanan Puspaga (Pusat Pembelajaran Keluarga) serta Tesaga (Telepon Sahabat Anak dan Keluarga) yang bisa diakses 24 jam.

15 Pesantren Ramah Anak di DIY

Kabid Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan Islam Kemenag DIY, Aidi Johansyah, menyebutkan daftar 15 pesantren yang menjadi pilot project pesantren ramah anak se-DIY, yakni,  npes Assalafiyah Mlangi, Ponpes Harun Asy Syafi’i Putra, Ponpes Darul Qur’an Wal Irsyad, Ponpes Sulaimaniyah Salami, Ponpes Ali Maksum, Ponpes Hamalatul Qur’an, Ponpes Al Munawwir, Ponpes Islam Al Azhar Wonosari, Ponpes Modern As Salam, Ponpes Nurul Ummah, Ponpes Al Hakim, Ponpes Al Miftah, Ponpes Al Hidayah, Ponpes Sunan Pandanaran, Ponpes Al Mubarok. (Chaidir)