SLEMAN – Dari semua nikmat yang Allah karuniakan kepada kita, terdapat sebuah nikmat yang paling agung. Nikmat yang hanya Allah berikan kepada mereka yang terpilih. Jika kita termasuk di antara orang yang mendapatkan nikmat tersebut, itu berarti Allah memberikan keistimewaan kepada kita.
Demikian disampaikan Ustadz Muhammad Shodiqin SAg dalam Khutbah Jumat di Masjid Al Hafidh Kampus I Al Azhar Yogyakarta, Jumat (28 Juni 2024).
Dijelaskan, jika kita termasuk di antara orang yang mendapatkan nikmat tersebut, itu berarti Allah memberikan keistimewaan kepada kita. Nikmat itu adalah nikmat iman dan Islam.
“Ini adalah nikmat yang tidak bisa dibandingkan dengan apapun di dunia ini. Karena semua nikmat yang lain akan musnah dan sirna, bersama dengan nafas terakhir yang dihembuskan manusia saat ruh meninggalkan jasadnya,” tegas Ustad Shodiqin.
Dikatakan, tidak ada satupun dari nikmat itu yang kita bawa untuk membersamai perjalanan menuju akhirat. Tidak ada yang bisa membantu dan menolong kita dari azab dan kemurkaan Allah, kecuali hanya nikmat iman dan Islam. Maka ia adalah yang sempurna, sebagaiman firman Allah,
”Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu.” (Q.s. Al-Maidah: 3)
Ayat ini turun pada hari Arafah yang bertepatan dengan hari Jumat ketika Nabi berada di padang Arafah dalam rangkaian ibadah Haji Wada’. Dalam ayat ini Allah menjelaskan bahwa agama yang diturunkan kepada umat Muhammad telah sempurna dan bahwa Ia telah menyempurnakan nikmat-Nya. Artinya, Islam adalah nikmat yang sempurna yang Allah anugerahkan kepada umat Muhammad Saw.
Dijelaskan, mendapatkan nikmat Islam, artinya hidup dalam cahaya dan ketenangan jiwa. Sementara mereka yang tidak mendapatkan nikmat ini berjalan dalam kegelapan, selalu gundah gulana dan merasakan kekosongan jiwa.
”Apakah orang yang sudah mati lalu Kami hidupkan dan beri dia cahaya yang membuatnya dapat berjalan di tengah-tengah orang banyak, seperti orang yang berada dalam kegelapan sehingga dia tidak dapat keluar dari sana?…” (Q.s. An-An’am: 122)
Dalam ayat ini, Allah menjelaskan tentang perbedaan yang mencolok antara orang Muslim dan orang kafir dalam bentuk pertanyaan. Allah bertanya: Apakah orang yang sudah mati -yaitu orang kafir- lalu Kami hidupkan dan Kami beri dia cahaya, -berupa hidayah Islam yang membuatnya dapat berjalan di atas kebenaran-, sama dengan orang yang berada dalam kegelapan, -yaitu kekufuran-? Tentu jawabannya: tidak sama. Orang yang beriman hidup dalam ketenangan jiwa, sementara orang kafir hidup dalam kegundahan dan kebimbangan.
Nikmat Islam adalah nikmat yang dianugerahkan kepada semua Nabi. Nikmat Islam jugalah yang selalu kita mohonkan kepada Allah dalam setiap rakaat shalat kita, ketika mengucapkan: ”Ihdinash shirathal mustaqim”, tunjukilah kami jalan lurus. Nikmat Islam membuat kita istimewa dibandingkan makhluk lain.
“Nikmat Islam membuat kita merasakan manisnya hidup dalam keimanan. Oleh karena itu, menjadi kewajiban kita untuk mensyukuri nikmat ini dengan menjaganya agar tidak hilang dari tangan kita,” kata Ustadz Shodiqin..
Lalu bagaimanakan cara untuk menjaga nikmat Islam? Diantara cara yang bisa kita lakukan adalah:
Pertama; dengan menegakkan rukun Islam dan mentaati syariat Allah. Yaitu dengan mengikuti semua petunjuk yang Allah berikan dalam Alquran dan yang Nabi Muhammad ajarkan dalam sunnah-sunnahnya. Jangan sampai menentang Allah, apalagi melecehkan syariat-Nya. Karena menentang Allah akan membuat kita jatuh dalam jurang kekufuran.
Kedua; dengan ber-tafaqquh fid din, yaitu mendalami ajaran agama Islam. Tidak cukup bagi kita hanya mewarisi Islam dari orang tua kita, tanpa berusaha untuk memperdalam pengetahuan tentangnya. Karena dengan semakin mengetahui agama ini, akan semakin kuat keimanan dan kedekatan kita kepada Allah.
Ketiga; dengan mencintai dan membenci hanya karena Allah. Jika kita mampu melakukan hal tersebut, maknanya kita telah mampu menjadikan Allah sebagai poros kehidupan kita. Semua hal yang kita pikirkan, kita ucapkan, kita lakukan, kita inginkan, kita sukai, kita benci; semuanya hanya karenaAllah.
Kita memikirkan ciptaan Allah karena Allah memerintahkannya. Kita mengucapkan perkataan yang baik karena hal itu disukai oleh Allah. Kita meninggalkan dosa dan maksiat karena perbuatan maksiat dibenci oleh Allah. Kita menyukai atau membenci sesuatu atau seseorang, karena Allah menyukainya atau membencinya. Inilah yang disebut oleh Rasulullah sebagai ikatan iman yang paling kuat.
Keempat; dengan mendakwahkan Islam kepada mereka yang belum mendapatkan hidayah ini. Dengan berdakwah, maka keyakinan kita mengenai kebenaran Islam yang kita anut akan semakin kuat. Lebih dari itu, berdakwah merupakan pekerjaan para Nabi dan diantara amalan paling mulia.
Kelima; dengan selalu bermohon kepada Allah agar kita selalu ditetapkan dalam agama Islam. Karena sebenarnya, hanya Allah yang menguasai hati kita. Allah juga yang mampu memberi atau mencabut hidayah Islam. Maka hendaklah kita tidak bosan memohon hidayah itu kepada Allah. Sebagaimana doa yang diajarkan oleh Rasulullah Saw. ***