SLEMAN – Alkisah, ada empat anak yang gemar bermain bersama: Bolang, Baling, Beleng, dan Biling. Karena tinggal di kota dengan halaman rumah yang sempit, mereka sering bermain di halaman luas depan rumah Pak Profesor.
Suatu hari, saat sedang asyik bermain, mereka menemukan sebuah kotak aneh. Dengan penuh rasa ingin tahu, mereka diam-diam mendekatinya dan mulai menekan-nekan tombol yang ada. Ketika tombol POWER ditekan dan angka-angka mulai dicoba, tiba-tiba mereka tersedot ke dalam mesin itu dan terlempar ke suatu masa.
Mereka mendarat di sebuah era yang penuh pepohonan rindang, udara segar, dan anak-anak bermain riang di halaman rumah yang luas. Tahun itu adalah 1960, masa di mana alam masih terjaga dan manusia hidup selaras dengan lingkungan.
Namun, karena penasaran, mereka mencoba menjelajah ke masa depan. Kali ini mereka menekan tombol bertuliskan angka 3030.
Mereka terlempar ke padang pasir yang panas menyengat. Udara terasa menyesakkan, dan mereka pun kesulitan bernapas hingga akhirnya pingsan. Untungnya, sekelompok manusia berdaun datang menyelamatkan mereka dan memberikan daun sebagai masker.
Ternyata, di tahun 3030, bumi telah berubah menjadi gurun yang tandus. Oksigen langka, dan manusia bergantung pada daun untuk bernapas. Banyak manusia telah mengalami mutasi akibat paparan zat kimia dan polusi. Di tengah kekacauan itu, para anak menyaksikan perang antara manusia mutan dan robot. Ketakutan, mereka segera kembali ke masa kini dan melaporkan semua yang mereka alami kepada Pak Profesor.
Cerita menarik ini menjadi bagian dari drama edukatif bertajuk “Harmoni Alam: Time Travelling”, yang ditampilkan dalam Gelar Karya Projek P5 oleh siswa kelas 4 SD Islam Al Azhar 31 Yogyakarta pada Kamis, 12 Juni 2025, di Auditorium Masjid Al Hafidz, Kampus Al Azhar Sleman.
Anak-anak tampil mengenakan berbagai kostum menarik sesuai zaman yang dikisahkan, seperti manusia masa kini, manusia pohon, manusia daun, robot, hingga mutan. Kostum-kostum ini disiapkan dengan antusias oleh para orang tua.
Fitria Kusumawati SPd, selaku koordinator acara, menjelaskan bahwa pesan tentang pentingnya menjaga lingkungan disampaikan melalui drama dan tari agar lebih menyentuh dan sesuai dengan jiwa anak-anak. Selama setahun sebelum gelar karya ini, para siswa juga telah aktif membuat ecobrick untuk kursi dan mengolah minyak jelantah menjadi lilin, sebagai bagian dari praktik hidup berkelanjutan.
Ketua Jam’iyah SD Islam Al Azhar 31 Yogyakarta, Bunda Siti Mualimah SH, turut menyampaikan apresiasinya terhadap kegiatan ini. “Selain mengasah pengetahuan dan keterampilan, anak-anak juga belajar lebih dalam tentang kepedulian terhadap lingkungan,” ujarnya.
Dalam sambutannya, Wakil Kepala Sekolah Bidang Kemuridan, Farad Abdurrahman SPd, mengucapkan terima kasih atas dukungan dari para orang tua yang selalu men-support kegiatan anak-anak. Ia juga memberikan apresiasi kepada para guru yang telah membimbing, seperti Bunda Lintang (guru tari), Bunda Jeni (musik), Bunda Dewi (Bahasa Inggris), Bunda Santi (BK), serta wali kelas Bunda Fitria, Bunda Sinta, Bunda Endah, dan Bunda Rara, juga seluruh guru dan karyawan lainnya yang turut berperan. (Sinta Herlina)
Penampilan penuh makna ini dapat disaksikan melalui tautan berikut: