Humor Ustadz Maulana Segarkan Kajian, Pesannya Tetap Menyentuh Hati

SLEMAN – Suasana Auditorium Al Hafidh Kampus 1 Al Azhar Yogyakarta World Schools (AYWS), Monjali Sleman, pada Rabu (22/10/2025) terasa segar dan penuh tawa. Jamiyyah SD Islam Al Azhar 31 dan 77 Yogyakarta sukses menggelar Kajian Akbar bertema “Bahagia dengan Bersyukur, Tenang dengan Bersabar” bersama dai kondang Ustadz Muhammad Nur Maulana. Kehadiran ustadz yang dikenal humoris ini membuat ratusan jamaah betah mengikuti ceramah yang sarat makna keagamaan. Hadir pula Pembina Yayasan Asram Bunda Hj Eni Yustini, Ketua Yayasan Asram/BPPH AYWS Drs HA Hafidh Asrom MM, serta wakil kepala bidang BPPH AYWS.

Meski diselingi canda yang membuat jamaah tertawa, isi ceramah Ustadz Maulana tetap berbobot dan menggugah hati. Ia membuka tausiyah dengan membahas tanda-tanda orang bahagia, salah satunya adalah mampu berbagi. “Orang dermawan itu gelisah kalau tidak berbagi,” ujarnya. Menurutnya, kebahagiaan sejati juga tercermin dari kemampuan seseorang ikut senang melihat orang lain bahagia. “Kalau tidak bisa bahagia melihat orang bahagia, hati-hati, bisa muncul iri,” tambahnya.

Lebih lanjut, Ustadz Maulana memberikan tips agar hidup menjadi kaya dan tenteram, yakni dengan selalu merasa senang, menyerahkan segala masalah kepada Allah, dan menjauhi permusuhan. Ia juga menekankan pentingnya menjaga ketenangan hati, tidak membenci, serta menghindari kemarahan kepada anak. “Selalu bersyukur dan gunakan apa yang ada sebaik-baiknya,” pesan ustadz yang terkenal dengan sapaan “Jamaah, oh jamaah” ini.

Dalam kesempatan tersebut, Ustadz Maulana menegaskan bahwa hidup harus diisi dengan tujuh kegiatan bermakna agar tidak kosong dan sia-sia. “Isilah hidup ini dengan tujuh hal supaya ada kegiatan,” ujarnya. Tujuh kegiatan yang dimaksud adalah muhasabah, doa, ibadah, puasa, sedekah, silaturahmi, dan ingat mati.

Baca Juga  Tiga Pasangan Calon Ketua dan Wakil OSIS SMP Islam Al Azhar 66 Bantul Resmi Ditetapkan

Ia menjelaskan, muhasabah berarti merenungkan diri, introspeksi, menyadari kesalahan, dan memohon ampunan kepada Allah. “Pengajian seperti ini juga bentuk kita minta arahan,” katanya. Ia mengingatkan pentingnya taubat sebagai tanda kembali ke jalan yang benar. “Orang yang bergelimang dosa itu sedang tersesat. Maka rencanakanlah selalu kebaikan dalam hidup,” pesan Ustadz Maulana.

Kegiatan berikutnya adalah doa, yakni permohonan seorang hamba kepada Tuhan. Ia menegaskan agar umat Islam hanya meminta kepada Allah, bukan kepada manusia. “Doa ada tiga macam yakni ucapan, perbuatan, dan isyarat. Dekatkan diri dengan Allah melalui doa,” tuturnya. Ia juga mengingatkan bahwa hidup sudah diatur oleh takdir, sehingga manusia tak perlu merasa tertekan atau stres.

Selanjutnya, Ustadz Maulana menjelaskan tentang pentingnya ibadah sebagai bentuk hubungan antara manusia dan Tuhannya. “Segala aktivitas niatkan karena Allah. Jadikan ibadah sebagai tujuan hidup,” ujarnya.

Kegiatan keempat yang perlu diisi dalam hidup adalah puasa, yang berfungsi mengendalikan diri lahir dan batin. “Pahala puasa langsung dari Allah. Pahami berbagai puasa yang dilakukan para nabi,” terangnya.

Tak kalah penting, ia mengingatkan agar umat Islam rajin bersedekah. Sedekah, menurutnya, dapat menolak bala dan membawa keberkahan. “Sedekah harus yang terbaik, tepat sasaran, tidak menyakiti penerimanya, dan dilakukan dengan ikhlas. Ingat, tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah,” tegasnya.

Ustadz Maulana juga mengajak jamaah menjaga silaturahmi dengan keluarga, tetangga, dan masyarakat. “Datang ke majelis seperti ini juga bentuk silaturahmi,” katanya disambut anggukan jamaah.

Sebagai penutup, ia berpesan agar umat Islam senantiasa mengingat kematian. “Ingat mati bukan berarti minta mati. Ingat mati itu dengan shalat, ziarah kubur, dan selalu siap menghadapi akhir,” pungkasnya.

Baca Juga  Al Azhar Yogyakarta World Schools, Magnet Wisata Pendidikan dan Surganya Spot Instagramable

Melalui gaya ceramah yang ringan dan penuh humor, Ustadz Maulana berhasil menyampaikan pesan mendalam bahwa hidup yang bermakna bukan diukur dari harta dan jabatan, tetapi dari seberapa banyak amal dan kebaikan yang mengisi setiap detik kehidupan. (Chaidir)